Manfaat Jahe dalam Makanan dan Minuman
Saat ini pangan telah diandalkan sebagai pemelihara kesehatan dan kebugaran
tubuh. Bahkan bila dimungkinkan, pangan harus dapat menyembuhkan atau menghilangkan
efek negatif dari penyakit tertentu. Dari sinilah lahir konsep pangan
fungsional (functional foods), yang akhirakhir ini sangat populer di kalangan
masyarakat dunia. Pangan fungsional merupakan produk pangan yang memberikan
keuntungan terhadap kesehatan. Pangan fungsional dapat mencegah atau mengobati
penyakit (Goldberg, 1994). Definisi pangan fungsional menurut Badan POM adalah
pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau
lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai
fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan, 14 – Budidaya
dan Teknologi Pascapanen Jahe serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan
atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur
dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain tidak memberikan
kontraindikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang
dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya. Rempah-rempah umumnya
mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan (zat pencegah radikal
bebas yang menimbulkan kerusakan pada sel-sel tubuh), dan dapat berinteraksi
dengan reaksi-reaksi fisiologis, sehingga mempunyai kapasitas antimikroba, anti
pertumbuhan sel kanker, dan sebagainya. Dari kelompok bahan pangan
rempah-rempah, jahe merupakan komoditi yang paling banyak digunakan dan
berpotensi dikembangkan sebagai pangan fungsional. Luasnya penggunaan jahe
disebabkan karena aroma yang khas, dapat diterima, dan dinikmati dalam lauk,
kue, manisan, permen, maupun minuman. Jahe merupakan jenis rempah-rempah yang
mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi karena rimpangnya paling banyak digunakan
baik sebagai bumbu dalam berbagai resep makanan, pemberi rasa dan aroma pada
makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula maupun sebagai bahan dasar
dalam pembuatan minuman. Jahe juga digunakan pada industri obat, minyak wangi,
industri jamu tradisional atau diolah menjadi asinan jahe dan acar, lalap,
bandrek, sekoteng dan sirup. Di Jepang, rebung atau tunas jahe dijadikan bahan
sayur, acar, atau asinan. Hasil olahan itu sangat populer karena aroma dan cita
rasanya yang khas. Terhadap tubuh, makanan dari rebung jahe membantu
menyehatkan badan, memperlancar air seni, dan memperbaiki sistem pencernaan. Di
Indonesia, mungkin baru orang Manado yang memanfaatkan rebung jahe sebagai
salah satu pendamping nasi untuk lalapan didampingi sambal pedas. Cara
memakannya selalu diikuti dengan meminum saguer (semacam tuak). Terkadang
rebung jahe terlebih dahulu dimasukkan ke dalam saguer, dan supaya awet ke
dalamnya diberi sedikit garam. Lalapan ini dipercaya dapat membuat tenaga
menjadi berlipat ganda. Efek Farmakologis Jahe Rimpang jahe sudah digunakan
sebagai obat di negara-negara Asia termasuk Indonesia, Cina, Arab dan India.
Secara turun temurun jahe biasa digunakan masyarakat sebagai obat masuk angin,
gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, anti-inflamasi, menurunkan
kadar kolesterol, mencegah depresi, impotensia dan lain-lain. Di Cina jahe
sudah digunakan secara intensif sejak lebih dari 2500 tahun yang lalu untuk
mengobati sakit kepala, mual/muntah dan batuk (Grant and Lutz, 2000). Menurut
Farmakope Belanda, Zingiber rhizoma yang berupa rimpang mengandung 6% bahan
obat-obatan yang sering dipakai sebagai rumusan obat-obatan atau sebagai obat
resmi di 23 negara. Menurut daftar prioritas WHO, jahe merupakan tanaman
obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia. Di negara Malaysia, Filipina
dan Indonesia telah banyak ditemukan manfaat therapeutis. Jahe juga dapat
digunakan pada obat tradisional sebagai obat sakit kepala, obat batuk, masuk
angin, untuk mengobati gangguan pada saluran pencernaan, stimulansia, diuretik,
rematik, menghilangkan rasa sakit, obat anti mual dan mabuk perjalanan, kolera,
diare, sakit tenggorokan, difteria, neuropati, sebagai penawar racun ular dan
sebagai obat luar untuk mengobati gatal digigit serangga, keseleo, bengkak,
serta memar. Budidaya dan Teknologi Pascapanen Jahe - 15 a. Anti Inflamasi,
Antioksidasi dan Anti Kanker Hasil uji farmakologi menunjukkan bahwa jahe
mempunyai aktivitas sebagai anti inflamasi. Uji laboratorium menunjukkan bahwa
ekstrak jahe dalam air panas menghambat aktivitas siklooksigenase dan
lipoksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena (mediator
inflamasi). Pemberian secara per oral dari ekstrak jahe pada tikus menurunkan
bengkak. Hasil penelitian membuktikan bahwa secara in-vitro komponen aktif pada
jahe dapat digunakan sebagai anti inflamasi (Kiuchi et al., 1982; Mascolo et
al., 1989). Kemampuan sebagai antioksidan dan anti inflamantori jahe ini
berkontribusi terhadap aktivitasnya sebagai antikarsinogenik dan antimutagenik.
Antioksidan merupakan senyawa berberat molekul kecil yang dapat bereaksi dengan
oksidan sehingga reaksi oksidasi yang merusak biomolekul dapat dihambat
(Langseth, 1995). Beberapa macam penyakit yang disebabkan oleh oksidan seperti
kardiovaskular, kanker, dan katarak dapat dihambat oleh antioksidan (Supari,
1996). Kebanyakan efek membahayakan yang potensial dari oksidan berasal dari
spesies oksigen reaktif (ROS) seperti radikal bebas, yang dapat berasal dari
polusi, debu, maupun diproduksi secara kontinyu sebagai konsekuensi metabolisme
normal. Jahe mengandung komponen kimia turunan fenol yang dapat bersifat
sebagai antioksidan, antara lain gingerol dan zingeberon. Senyawa-senyawa ini
mampu menginaktifkan atau menetralisir Reactive Oxygen Species, penyebab stress
oksidatif dalam tubuh, sehingga tidak sempat bereaksi dengan komponen-komponen
biologis baik seluler, subseluler, sel imun, molekuler maupun jaringan.
Senyawa-senyawa antioksidan jahe ini mempunyai aktivitas antioksidan di atas
vitamin E (Kikuzaki and Nakatani 1993). Konsumsi jahe setiap hari dapat
meningkatkan aktivitas sel T dan daya tahan limfosit terhadap stres oksidatif
(Nurrahman et al., 1999). Antioksidan dari jahe dapat diekstraksi dengan
menggunakan pelarut diklorometan ataupun etanol. Penelitian yang dilakukan oleh
Kikuzaki dan Nakatani (1993) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak
diklorometana jahe fraksi 1 sampai 11 yang dipisahkan dengan kolom kromatografi
dan HPLC dan a-tokoferol lebih besar dibandingkan ekstrak etanol jahe.
Antioksidan jahe juga dapat diekstraksi dengan menggunakan air, meskipun
aktivitas antioksidannya lebih kecil dari pada aktivitas antioksidan jahe yang
diekstraksi dengan diklorometana. Hasil penelitian Septiana et al., (2002)
menunjukkan bahwa ekstrak air jahe yang berasal dari jahe segar maupun ekstrak
air jahe dari jahe bubuk dan ekstrak diklorometana jahe mempunyai aktivitas
antioksidan terhadap asam linoleat terbukti dari kemampuannya dalam menghambat
pembentukan malonaldehida. Hal ini memungkinkan untuk diperolehnya manfaat
antioksidan dari jahe dengan cara mengkonsumsi sari jahe ataupun sirup jahe.
Ekstrak diklorometana jahe yang mempunyai aktivitas antioksidan lebih besar (A
= 0,113) dibandingkan ekstrak air jahe (A = 0,154 untuk ekstrak air dari jahe
bubuk dan A = 0,149 untuk ekstrak dari jahe segar) mungkin disebabkan oleh
kadar total fenol dari ekstrak diklorometana jahe lebih besar dibandingkan
ekstrak air jahe. Kadar total fenol ekstrak diklorometana jahe, ekstrak air
dari jahe segar, dan kadar total fenol dan ekstrak air dari bubuk jahe
masing-masing adalah 18,68, 4,77 mg/g, dan 3,47 mg/g. Aktivitas antioksidan
ekstrak 16 – Budidaya dan Teknologi Pascapanen Jahe diklorometana yang lebih
besar dibandingkan ekstrak air jahe juga berhubungan dengan kadar Fe ekstrak
diklorometana yang lebih kecil dibandingkan ekstrak air jahe. Kadar Fe ekstrak
diklorometana jahe, ekstrak air dari jahe segar, dan ekstrak air dari jahe
bubuk masing-masing adalah 2,4, 30,8 dan 32,0 mg/g (Septiana et al., 2002).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa antioksidan fenolik pada jahe dapat
digunakan untuk menghambat autooksidasi dari lemak dan minyak. Antioksidan ini
dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan selama tahap propagasi dari lemak
atau minyak dengan cara mendonasikan radikal hydrogen sehingga radikal lemak
tidak aktif melaksanakan tahap propagasi yang akan merusak lemak. Beberapa
hasil penelitian yang menunjukkan kemampuan jahe mencegah kanker adalah sebagai
berikut: • Ekstrak alkohol dari jahe dengan konsentrasi 0.2-1 mg/ml dapat
menghambat pertumbuhan sel tumor pada manusia dan harmster secara in-vitro
(Unnikrishnan and Kuttan, 1988). • Beberapa komponen yang terdapat di dalam
jahe dapat mencegah pertumbuhan kanker dengan cara mentransformasi sel kanker.
Oleoresin jahe yang terdiri dari 6-gingerol, vaniloid dan 6-paradol dapat
menekan proliferasi sel kanker pada manusia melalui proses apoptosis (Lee and
Surh, 1998, Lee et al., 1998), serta dapat menurunkan viabilitas sel HL-60
(promyelocytic leukemia) pada manusia (Lee and Surh, 1998). • β-elemene adalah
obat antikanker terbaru yang diekstrak dari tanaman jahe. Bahan ini dapat memicu
apoptosis dari sel kanker paru-paru melalui pelepasan mitokondrial dari jalur
apoptosi pada sitokrom-c (Shukla and Singh, 2007). • Derivatif gingerdion yaitu
1-(3,4-Dimetoksifenil)-3,5-dodesenedion efektif digunakan sebagai bahan
antitumor pada sel leukemia manusia (Hsu et al., 2005). • Komponen zerumbone
dari jahe mempunyai aktivitas sebagai antiproliferatif dan antiinflamasi
(Takada et al., 2005). • Gingerol pada jahe juga mempunyai kemampuan untuk
menekan pertumbuhan karsinogenesis pada kulit tikus (Katiyar et al., 1996, Park
et al., 1998). • Jahe telah lama digunakan dalam mecegah berbagai penyakit
pencernaan dan jahe juga mempunyai aktivitas sebagai bahan pencegah kanker usus
(chemopreventive dan/atau chemotherapeutic) (Bode, 2003, Dias et al., 2006). •
Pemberian ekstrak air panas dari jahe secara terus menerus pada tikus dapat
mencegah perkembangan kanker payudara (Nagasawa et al., 2002). • Komponen
bioaktif jahe dapat meningkatkan respons sitolitik dari sel Natural Killer (NK
cell) dalam menghancurkan sel kanker b. Meningkatkan Sistem Kekebalan dan Daya
Tahan Tubuh Ekstrak jahe dapat meningkatkan daya tahan tubuh yang direfleksikan
dalam sistem kekebalan, yaitu memberikan respons kekebalan inang terhadap
mikroba pangan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena ekstrak
jahe dapat memacu proliferasi limfosit dan menekan limfosit yang mati (Zakaria
et al.1996) serta meningkatkan aktivitas fagositas makrofag (Zakaria dan Rajab
1999). Ekstrak jahe juga mampu meningkatkan aktivitas salah satu sel darah
putih, yaitu sel natural killer (NK) dalam melisis sel targetnya, yaitu sel
tumor dan sel yang terinfeksi virus (Zakaria et al., 1999). Studi pada
mahasiswa yang diberi minuman jahe menunjukkan adanya perbaikan sistem imun
(kekebalan tubuh) (Zakaria et al., 2000). Budidaya dan Teknologi Pascapanen
Jahe - 17 Hasil penelitian mendukung keyakinan masyarakat bahwa jahe mempunyai
kapasitas sebagai anti masuk angin, suatu gejala menurunnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terserang virus misalnya influenza. Peningkatan aktivitas sel NK
membuat tubuh tahan terhadap serangan virus karena sel ini secara khusus mampu
menghancurkan sel yang terinfeksi oleh virus. Dari hasil penelitian diketahui
bahwa komponen bioaktif jahe yaitu oleoresin, gingerol dan shogaol dapat
meningkatkan kadar glutation di dalam limfosit yang mengalami stress oksidatif.
Glutation (γ-glutamil-sisteinil-glisin) adalah komponen non protein yang
terdapat di dalam jaringan hewan dan sel-sel eukariotik, dan berperan dalam
fungsi-fungsi sel seperti sintesis DNA dan protein, detoksifikasi komponen
xenobiotik serta menjaga fungsi imun (Tejasari dan Zakaria, 2006). Jahe juga
mempunyai aktivitas antiemetik dan digunakan untuk mencegah mabuk perjalanan.
Komponen gingerol dan shogaol pada jahe juga mempunyai aktivitas antirematik
sehingga jahe dapat berfungsi sebagai anti-inflamasi rematik arthritis kronis
(Kimura et al., 1997). Hasil penelitian di Cina melaporkan bahwa pada 113
penderita rematik dan sakit punggung kronis yang disuntik 5 – 10% ekstrak jahe
memberikan efek pengurangan rasa sakit, menurunkan pembengkakan tulang sendi.
Pemberian secara per oral serbuk jahe pada penderita rematik dan
musculoskeletal dilaporkan menurunkan rasa sakit dan pembengkakan. c. Menambah
Nafsu Makan dan Memperbaiki Pencernaan Khasiat lain dari jahe adalah sebagai
antiemetik (antimuntah) dan sangat berguna pada ibu hamil untuk mengurangi
morning sickness. Suatu penelitian melaporkan bahwa jahe sangat efektif
menurunkan metoklopamid senyawa penginduksi nusea (mual) dan muntah. Jahe dapat
merangsang kelenjar pencernaan, baik untuk membangkitkan nafsu makan,
memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan. Hal ini dimungkinkan karena
terangsangnya selaput lendir perut besar dan usus oleh minyak atsiri yang
dikeluarkan rimpang jahe. Minyak jahe berisi gingerol yang berbau harum khas
jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah, misalnya karena mabuk
kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Jahe mampu memblok serotonin, yaitu
senyawa kimia yang dapat menyebabkan perut berkontraksi, sehingga timbul rasa
mual termasuk mual akibat mabok perjalanan. Mengunyah jahe dapat merangsang
pengeluaran air liur dan cairan pencernaan, juga mengurangi mual dan muntah.
Wanita hamil juga dianjurkan agar mengonsumsi jahe untuk menghilangkan rasa
mual dan muntah selama kehamilan. Pembuktian ilmiah telah dilakukan di Inggris
yang menunjukkan jahe efektif mengurangi mual bahkan mual yang timbul setelah
operasi. Jahe juga dapat membuat lambung menjadi nyaman, meringankan kram perut
dan membantu mengeluarkan angin. Rasa jahe yang tajam merangsang nafsu makan,
memperkuat otot usus, membantu mengeluarkan gas usus serta membantu fungsi
jantung. Enzim pencernaan yaitu protease dan lipase yang terdapat pada jahe
juga membantu meningkatkan proses pencernaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar